Selamat bertemu...

Ku cari titik tuk mengakhiri, setiap dapat ku tak bisa berhenti, Ku mau berhenti tapi aku tak bisa temukan titik, Bagaimana mengakhiri ini tanpa titik....

Minggu, 20 November 2011

Dipadati Warga dan Wisatawan, Festival Waruga Sukses






METRO, Airmadidi – Kegiatan puncak Festival Waruga yang dirangkaikan dengan hari ulang tahun Wanua Sawangan ke-800 berlangsung meriah, Jumat (11/11) kemarin di lokasi taman purbakala Waruga Desa Sawangan.
Acara puncak itu dihadiri Bupati Minut Drs Sompie Singal MBA,Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sulut Drs Harvy Sendoh, Sekda Drs Johanes Rumambi yang juga Ketua Panitia Kabupaten, Wakil Ketua Dekab Indrakusuma Oley yang juga ketua panitia desa, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) diantaranya Kapolres Minut Hari Sarwono SIK, SH Mhun, Danlanudsri Lekol Pnb Jorry Koloay, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Minut Ir Margaretha Rumokoy dan para Kepala SKPD jajaran Pemkab Minut, para camat, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Selain itu hadir pula warga Desa Sawangan yang telah merantau di Jakarta, Surabaya dan sekitarnya, serta wisatawan dari luar negeri.
Acara yang diawali dengan ibadah tersebut menjadi semarak dengan suguhan tarian kabasaran, tumatenden, maengket, lililoyor, selendang biru dan musik kolintang.
Bupati dalam sambutannya mengungkapkan kegiatan festival Waruga ini mengangkat tema “Lestarikan budaya negeriku,” dan sub tema “Pelestarian budaya menuju Minahsa Utara kabupaten tujuan wisata tahun 2015.”
“Membangun dan membesarkan seni dan budaya merupakan suatu pengabdian yang luhur sebagai anak bangsa yang mewarisi warisan nenek moyang kita. Melalui kegiatan festival waruga ini merupakan salah satu upaya pelestarian dan pengembangan seni budaya Tonsea yang merupakan aset wisata Kabupaten Minut,” ungkap Singal.
Lanjutnya dalam perkembangan zaman yang setiap tahun makin menunjukan tantangan berat terhdap budaya kita, baik bahasa daerah yang semakin berkurang, serta senin dan sejarah budaya kia. Hal itu dapat dilihat dari adanya peyimpangan perilaku para generasi muda bahkan orang dewasa dari aturan, etika dean ajaran agama serta budaya. “Melalui kegiatan festival waruga ini kita ingin lebih memasyarakatkan kegiatan seni budaya minahasa untuk mengangkat kembali nilai-nilai luhur dan budaya kita,” tutur Bupati. Lebih lanjut Bupati mengharapkan agar festival Waruga tersebut dapat dilanjutkan tiap tahunnya.
Dalam kegaitan itu FKPD didaulat untuk mengupas kelapa dengan alat tradisional yaitu lewang yang akhirnya dimenangkan oleh Bupati. Selanjutnya para undangan dijamu dalam makan siang dengan menu tradisional di sabuah terpanjang sekitar 200 meter dengan jumlah meja sebanyak 135.
Selain itu juga telah dilombakan kupas kelapa dan tumbuk padi secara tradisional, tarian Tumatenden, Maengket, Kolintang yang dibuka oleh Kadis Pariwisata, Kadis Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Ir Wangke Karundeng. Peserta dari 10 kecamatan yang ada. Bahkan beberapa camat ikut memberikan suport pada warganya yang ikut dalam lomba tersebut. Selain itu warga juga memberikan dukungan pada para peserta. (23)

Waruga Kuburan Purbakala




Sejarah wanua atau Desa Sawangan dan Waruga, Rabu (09/11) lalu dikupas dalam seminar yang dilaksanakan di aula Kantor Bupati Minahasa Utara.
Kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian Festival Waruga 2011 dibuka oleh Ketua Panitia Sekda Drs Johanes Rumambi. Sebagai pembicara di antaranya Drs PP Kepel, Dr Ivan Kaunang dan Indrakusuma Oley SE serta Drs Leo Kalempouw.
Terungkap dalam seminar itu bahwa Waruga merupakan wadah yang digunakan untuk mengubur mayat. Selain itu versi lain menyebutkan Waruga berasal dari kata Waru yang berarti rumah dan Ruga berarti badan. Konon makam dari batu ini merupakan salah satu tradisi warisan zaman megalitikum yang dipertahankan hingga abad 19.
Di Desa Sawangan sendiri terdapat 144 waruga dari keseluruhan di Minahasa bagian utara dan Manado sebanyak 2000 buah.
Sementara itu berawal dari mewabahnya penyakit sampar yang menelan banyak korban jiwa pada 1211, komunitas warga kemudian berpindah menyusuri sungai Tondano dan tiba pada pertemuan dua sungai yaitu Saduan dan sungai Tondano. Kemudian komunitas ini menempati tempat tersebut yang sampai saat ini disebut Sawangan yang mempunyai arti pertemuan dua sungai.(***)